Jumat, 26 November 2010

Belanja Pintar Saat Diskon

Meski imbas krisis ekonomi masih membekas, mal terus tumbuh di mana-mana, terutama di kota-kota besar. Kelengkapan fasilitas sering merangsang orang untuk menuntaskan hasrat berbelanjanya di mal. Bagaimana mengelola semangat belanja di mal dari sisi perencanaan keuangan? Kristopo 

DI setiap kota yang punya mal, siapa yang tak pernah ke mal? Tak mudah menjawabnya. Salah satu kebiasaan orang kota memang menyambangi mal. Bisa untuk berbelanja (shopping) atau sekadar cuci mata. Tapi, boleh jadi, banyak orang lebih terbiasa menengarai orang yang pergi ke mal untuk kepentingan berbelanja. Tak heran jika mal dianggap sebagai salah satu ikon konsumerisme.

�Wajar-wajar saja jika masyarakat menganggap konsumtif kalau belanja di mal. Karena, meningkatnya penggunaan kartu kredit di mal merupakan bagian dari sisi konsumsi. Namun, jika seseorang membeli gula, beras, vitamin, pakaian, dan buah-buahan di (toko atau pasar swalaya) ritel di mal, apakah termasuk konsumtif (juga)? Padahal, itu �kan merupakan kebutuhan dasar,� kilah Sutoto Soerjadi, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI). 

Lazimnya orang berkunjung ke mal seperti menjadi alasan untuk terus membangun mal. Mal pun tumbuh di mana-mana, terutama di kota-kota besar. Melihat fenomena tersebut, krisis ekonomi seperti sudah tak berbekas di negeri ini. 

Lihat saja Jakarta, misalnya. Data yang dilansir APPBI membuktikan, baru separuh lebih tahun 2006 bergulir, Jakarta sudah memiliki 51 mal dengan area sewa 1,43 juta meter persegi dan 26 mal strata title dengan luas 978.000 meter persegi. Masih ada 12 mal dan empat mal strata title sedang dalam proses perizinan. Itu baru di Jakarta. Belum di kota-kota lain.

�Mal-mal harus berkompetisi agar tidak sepi dari tenant (penyewa) maupun pengunjung. Mal yang lebih dulu hadir harus menyesuaikan diri dengan pertumbuhan supply yang lebih cepat daripada demand,� cetus Ketua APPBI, M. Sjohirin di Jakarta, belum lama ini. 

Medan kompetisi bisa berupa kelengkapan fasilitas dan produk, kenyamanan, serta keamanan. Boleh jadi, kelengkapan fasilitas sering dijadikan alasan utama banyak orang untuk mengunjungi suatu mal. 

Alasan itu pula yang menggerakkan kaki Mona Nazaruddin, Legal Manager Radiant Utama Group, ke mal paling tidak sebulan sekali. �Saya termasuk orang yang senang belanja di mal,� akunya kepada Tofik Iskandar dari Financial Planner (FP) di Jakarta melalui telepon, belum lama ini. 

Setiap berbelanja di mal, barang-barang yang dibelinya biasanya baju, sepatu, kosmetik, dan kebutuhan rumah tangga. Untuk mempermudah barang-barang yang ingin dibelinya, dia selalu mencatat nama barang-barang tersebut. �Biasanya, barang kebutuhan rumah tangga yang selalu saya catat,� imbuh Mona, sapaan akrabnya. 

Kalau mal menggelar program diskon, Mona tak menyia-nyiakan kesempatan itu. �Apalagi kalau diskonnya gede-gede,� cetus wanita ramah ini. Tak lupa dia menambahkan, bukan hanya saat ada diskon dia membeli barang. Saat tak ada diskon pun, dia tetap membelinya kalau memang sangat membutuhkannya.

Meski terkesan senang berbelanja kebutuhan konsumtif, Mona tetap punya batasan. �Biasanya, uang yang saya belanjakan hanya 45% dari penghasilan. Itu sudah termasuk kebutuhan rutin bulanan. Sedangkan, untuk tabungan, saya sisihkan 40% dari penghasilan,� tuturnya. Artinya, Mona masih menganggap penting perencanaan keuangan untuk masa depan.

Lain Mona, lain pula Lula Kamal, bintang iklan yang juga seorang dokter. Dia bukan tipe orang yang senang belanja di mal. �Sebenarnya, saya lebih suka belanja di pasar tradisional karena bisa tawar-menawar. Itulah seninya belanja. Sedangkan, belanja di mal �kan tidak ada tawar-menawar,� akunya kepada FP di Jakarta, medio September lalu. 

Selain itu, tambah Lula, sapaan akrabnya, �Saya bukan tipe orang yang suka belanja. Saya bukan tipe orang yang kalau lihat barang langsung beli. Saya juga bukan tipe orang yang saat ada diskon langsung beli.�

Meski masuk kelompok selebritas, dalam hal belanja, Lula selalu mengutamakan barang-barang kebutuhan pokok. �Walaupun saya ke mal, tetapi tidak memiliki rencana untuk membeli barang, ya saya tidak beli. Meskipun ada barang yang �lucu�, saya tidak akan beli barang tersebut. Saya akan membeli barang-barang kebutuhan pokok saja,� tegasnya.

Bagaimana dengan pakaian? Sebagai presenter atau master of ceremony (MC), bukankan Anda butuh banyak pakaian? �Saya belum tentu beli pakaian setiap sebulan sekali. Karena, baju yang saya beli tergantung dari acara (sebagai MC) yang saya ikuti. Bahkan, biasanya, baju yang saya gunakan sebagai MC telah disediakan panitia. Jadi, saya tidak perlu beli baju lagi,� jawabnya. Kalau bulan ini tidak perlu membeli baju, tambahnya, dia tidak akan membelinya.

Kebiasaan Lula membelanjakan uangnya terutama pada kebutuhan yang paling penting nyaris sama dengan Diane, begitu dia biasa disapa, lebih berani membeli laptop untuk menunjang pekerjaannya ketimbang membeli pakaian, misalnya. �Bagi sebagian orang, laptop itu �kan harganya mahal. Tetapi, kalau fiturnya lengkap dan menunjang karier saya, kenapa tidak saya beli,� cetusnya kepada Tofik Iskandar dari FP di Jakarta, pertengahan September lalu. 

Sebagaimana Lula, Diane juga tipe wanita yang tidak suka shopping. �Saya suka ke mal, tapi kalau butuh saja,� ujarnya. Kalaupun ke mal, dia tak dipengaruhi ada tidaknya program diskon di mal itu. �Sedangkan, untuk shopping, mungkin, ada timing-nya,� lanjutnya. 

Memang, waktu (timing) yang tepat merupakan salah satu hal yang mesti diperhatikan ketika seseorang berbelanja di mal. Menurut Aidil Akbar Madjid, Chairman International Association of Registered Financial Consultants (IARFC), saat yang tepat itu adalah ketika ada program diskon di mal. �Diskon merupakan strategi yang bagus dalam berbelanja. Karena, dengan adanya diskon, individu akan mendapat kesempatan memiliki dua item produk,� ujarnya.

Aidil mencontohkan, jika dalam kondisi normal atawa tidak ada diskon, seseorang akan mendapat satu baju untuk uang Rp100.000. Tapi, jika sedang ada program diskon 50%, misalnya, dia akan mendapat dua pakaian untuk jumlah uang yang sama.

Hal lain yang penting diperhatikan ketika berbelanja, masih menurut Aidil, adalah membeli barang dengan alasan keutamaan fungsi dan kegunaan barang tersebut. Misalnya, kalau memang sangat butuh laptop untuk menunjang pekerjaan sehari-hari, belilah laptop. Tapi, kalau tidak, Aidil menyarankan untuk tidak membelinya. Aidil juga mengingatkan setiap individu untuk bisa menahan diri dalam berbelanja. Jangan sampai uang yang dibelanjakan di mal bukan dari gaji bulanan, melainkan hasil berutang. �Kalau hasil utang, (ini) berarti, ada biaya tambahan untuk cicilan dan bunga. Jadi, (ini) bisa mengganggu cash flow bulanan,� tambahnya. 

Menurut Aidil, setiap individu selayaknya membatasi penggunaan pendapatan bulanannya sebanyak 45% untuk kebutuhan sehari-hari; 30% untuk membayar cicilan, seperti cicilan rumah; dan minimal 25% untuk investasi. Uang investasi itulah yang nanti dapat diharapkan untuk membantu seseorang dalam keadaan darurat alias emergency. Jadi, batasan itu juga pantas diikuti ketika Anda begitu bersemangat berbelanja di mal. 

LIMA TIPS BELANJA



  1. Belanjalah saat program diskon berlangsung. Jika bulan ini belum mendapatkan kesempatan itu, jangan berkecil hati. Bulan besok masih ada. Sebab, saat ini, setiap bulan memang selalu ada program diskon di setiap mal.

  2. Belilah barang yang sesuai dengan fungsi dan kegunaannya.

  3. Carilah mal yang lengkap fasilitasnya, seperti ada food court, tempat belanja, dan sarana olah raga. Sebab, mal yang lengkap dapat dijadikan tempat rekreasi bagi keluarga.

  4. Hitunglah pengeluaran setiap habis belanja. Jangan sampai pengeluaran bulan ini lebih besar ketimbang pendapatan per bulan.

  5. Jangan berbelanja dengan uang hasil berutang. Sebab, kalau seperti itu, ada biaya tambahan untuk cicilan dan bunga yang mesti ditanggung. Hal ini juga bisa mengganggu arus kas (cash flow) bulanan. KTP

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More